Jumat, 25 Oktober 2013

SYEKH NAWAWI AL-BANTANI

Kisah Ulama Asal Banten yang Menjadi
Imam Masjidil Haram



Indonesia pernah memiliki seorang ulama
ternama di jazirah Arab. Ia menjadi imam di
Masjidil Haram, mengajar di Haramain,
menulis buku yang tersebar di Timur
Tengah.

Dialah Syekh Nawawi Al Bantani. Namanya
sangat terkenal di Saudi hingga dijuluki
“Sayyidul Hijaz”, yakni ulama di kawasan
Hijaz. Kefakihannya dalam agama pun
membuatnya dijuluki Nawawi kedua,
maksudnya penerus ulama dunia terkenal,
Imam Nawawi.
Nama dan gelar lengkap beliau, yakni Abu
Abdullah Al-Mu'thi Muhammad Nawawi bin
Umar At-Tanari Al-Bantani Al-Jawi. Ia lahir di
Kampung Pesisir Desa Tanara, Kecamatan
Tirtayasa, Serang, Banten, 1230 Hijriyah atau
1815 Masehi. Ayahnya, Umar bin Arabi,
merupakan seorang ulama di Banten.
Bahkan, ada kabar Syekh Nawawi
merupakan keturunan Sunan Gunung Jati
dari Sultan Banten pertama, Maulana
Hasanuddin. Syekh Nawawi juga
dikabarakan masih memiliki jalur nasab dari
Husein, cucu Rasulullah.
Sejak kecil, ia dibawah didikan sang ayah.
Tak heran jika Nawawi kecil telah terbiasa
dengan didikan agama. Tak hanya itu,
ayahnya juga mengirimnya kepada
temannya yang juga seorang ulama Banten,
KH Sahal, dan seorang ulama di Purwakarta,
KH Yusuf. Baru, pada usia 15 tahun, Syekh
Nawawi pergi ke Arab Saudi. Di tanah
kelahiran Islam, ia memantapkan ilmu
agamanya. Ulama besar Saudi menjadi
gurunya.

Setelah tiga tahun menempa ilmu di Tanah
Suci, Syekh Nawawi kembali ke Tanah Air.
Tapi, saat pulang, ia tak senang dengan
kondisi penjajahan Belanda. Ia kemudian
kembali lagi ke Makkah dan menjadi
penuntut ilmu. Sejak keberangkatan itu, ia
tak lagi pulang ke Indonesia hingga akhir
hayat.

Di Makkah, Syekh giat menghadiri majelis
ilmu di Masjidil Haram. Hingga, kemudian
seorang imam masjid utama tersebut, Syekh
Ahmad Khatib Sambas meminta Nawawi
untuk menggantikan posisinya. Maka,
mulailah Syekh Nawawi menjadi pengajar
dan membuka majelisnya sendiri di Masjidil
Haram. Murid syekh berdatangan dengan
jumlah yang banyak. Bahkan, beberapa di
antara muridnya merupakan pemuda asal
Indonesia. Salah satu muridnya, yakni KH
Hasyim Asy'ari pendiri Nadlatul Ulama (NU).

Syekh Nawawi mengabdikan hidupnya
untuk mengajar. Ia pun terkenal giat
menulis dan menghasilkan banyak karya.
Sampai-sampai, banyak manuskripnya
disebarkan bebas kemudian diterbitkan
tanpa royalti. Sedikitnya, 34 tulisannya juga
masuk dalam Dictionary of Arabic Printed
Books. Karya lainnya mencapai seratus buku
dari berbagai cabang ilmu Islam.
Di antara bukunya yang terkenal, yakni:

Tafsir Marah Labid, Atsimar Al-Yaniah fi Ar-
Riyadah al-Badiah, Nurazh Sullam, Al-Futuhat
Al-Madaniyah, Tafsir Al-Munir, Tanqih Al-Qoul,
Fath Majid, Sullam Munajah, Nihayah Zein,
Salalim Al-Fudhala, Bidayah Al-Hidayah, Al-
Ibriz Al-Daani, Bugyah Al-Awwam, Futuhus
Samad, dan al-Aqdhu Tsamin. Tak sedikit
dari karya-karyanya yang diterbitkan di
Timur Tengah. Universitas Al Azhar Kairo
juga pernah mengundang syekh karena
karya-karyanya yang digemari kalangan
akademisi.

Buku-bukunya memang tersebar di Mesir. Di
universitas Islam tertua itu, syekh menjadi
pembicara dalam sebuah diskusi ilmiah.
Meski tak pernah mengajar di ranah
nusantara, syekh menyebarkan ilmu melalui
karya kepada masyarakat Indonesia. Karya-
karyanya bahkan menjadi buku wajb di
pesantren-pesantren. Bagi komunitas santri,
Syekh Nawawi merupakan mahaguru yang
banyak memberikan ilmu mengenai
landasan beragama. Apalagi, ia juga
merupakan guru dari sang pendiri NU.
Sehingga, tak sedikit yang menyebut Syekh
Nawawi sebagai akar tunjang tradisi
intelektual ormas Islam terbesar di
Indonesia tersebut.

Pemikiran
Syekh Nawawi sering kali menyatakan diri
sebagai penganut paham Asy'ariyyah dan
Maturidiyyah, sebuah paham yang dilahirkan
Abu Hasan Al Asyari dan Abu Manshur Al
Maturidi. Keduanya merupakan kelompok
yang memfokuskan diri pada pembelajaran
sifat-sifat Allah. Dari Syekh Nawawi, paham
tersebut pun kemudian tersebar di
nusantara.

Adapun dalam mazhab fikih, syekh Nawawi
memilih mengikuti Imam Syafi'i. Hal ini
terlihat dari karya-karyanya dalam ilmu fikih.
Syekh Nawawi juga mempelajari ilmu
tasawuf dan mengajarkannya. Ia bahkan
menulis sebuah karya yang menjadi rujukan
utama seorang sufi. Imam Al Ghazali juga
banyak memeng

Tidak ada komentar:

Posting Komentar