Rabu, 20 November 2013
Hadits Tentang Larangan Mengintip
ﺣَﺪَّﺛَﻨِﻲ ﺯُﻫَﻴْﺮُ ﺑْﻦُ ﺣَﺮْﺏٍ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺟَﺮِﻳﺮٌ ﻋَﻦْ ﺳُﻬَﻴْﻞٍ ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻴﻪِ
ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ ﻋَﻦْ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻗَﺎﻝَ
ﻣَﻦْ ﺍﻃَّﻠَﻊَ ﻓِﻲ ﺑَﻴْﺖِ ﻗَﻮْﻡٍ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﺇِﺫْﻧِﻬِﻢْ ﻓَﻘَﺪْ ﺣَﻞَّ ﻟَﻬُﻢْ ﺃَﻥْ
ﻳَﻔْﻘَﺌُﻮﺍ ﻋَﻴْﻨَﻪُ
Telah menceritakan kepadaku
Zuhair bin Harb; Telah menceritakan kepada
kami Jarir dari Suhail dari Bapaknya dari
Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam beliau bersabda: "Barang siapa
menengok ke dalam rumah seseorang
tanpa izin pemiliknya, maka sungguh
mereka boleh mencongkel mata orang itu."
ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺍﺑْﻦُ ﺃَﺑِﻲ ﻋُﻤَﺮَ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺳُﻔْﻴَﺎﻥُ ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﺍﻟﺰِّﻧَﺎﺩِ ﻋَﻦْ
ﺍﻟْﺄَﻋْﺮَﺝِ ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ
ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻗَﺎﻝَ ﻟَﻮْ ﺃَﻥَّ ﺭَﺟُﻠًﺎ ﺍﻃَّﻠَﻊَ ﻋَﻠَﻴْﻚَ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﺇِﺫْﻥٍ ﻓَﺨَﺬَﻓْﺘَﻪُ
ﺑِﺤَﺼَﺎﺓٍ ﻓَﻔَﻘَﺄْﺕَ ﻋَﻴْﻨَﻪُ ﻣَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﻋَﻠَﻴْﻚَ ﻣِﻦْ ﺟُﻨَﺎﺡٍ
Telah menceritakan kepada
kami Ibnu Abu 'Umar; Telah menceritakan
kepada kami Sufyan dari Abu Az Ziyad dari
Al A'raj dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda:
"Seandainya seseorang mengintip ke dalam
rumahmu tanpa izin, maka tidak berdosa
bagaimu sekiranya kamu melempar dia
dengan kerikil dan mencongkel matanya."
ﺣَﺪَّﺛَﻨِﻲ ﻗُﺘَﻴْﺒَﺔُ ﺑْﻦُ ﺳَﻌِﻴﺪٍ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﻳَﺰِﻳﺪُ ﺑْﻦُ ﺯُﺭَﻳْﻊٍ ﺡ ﻭ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ
ﺃَﺑُﻮ ﺑَﻜْﺮِ ﺑْﻦُ ﺃَﺑِﻲ ﺷَﻴْﺒَﺔَ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺇِﺳْﻤَﻌِﻴﻞُ ﺍﺑْﻦُ ﻋُﻠَﻴَّﺔَ ﻛِﻠَﺎﻫُﻤَﺎ
ﻋَﻦْ ﻳُﻮﻧُﺲَ ﺡ ﻭ ﺣَﺪَّﺛَﻨِﻲ ﺯُﻫَﻴْﺮُ ﺑْﻦُ ﺣَﺮْﺏٍ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﻫُﺸَﻴْﻢٌ
ﺃَﺧْﺒَﺮَﻧَﺎ ﻳُﻮﻧُﺲُ ﻋَﻦْ ﻋَﻤْﺮِﻭ ﺑْﻦِ ﺳَﻌِﻴﺪٍ ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﺯُﺭْﻋَﺔَ ﻋَﻦْ
ﺟَﺮِﻳﺮِ ﺑْﻦِ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻗَﺎﻝَ ﺳَﺄَﻟْﺖُ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ
ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻋَﻦْ ﻧَﻈَﺮِ ﺍﻟْﻔُﺠَﺎﺀَﺓِ ﻓَﺄَﻣَﺮَﻧِﻲ ﺃَﻥْ ﺃَﺻْﺮِﻑَ
ﺑَﺼَﺮِﻱ ﻭ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺇِﺳْﺤَﻖُ ﺑْﻦُ ﺇِﺑْﺮَﺍﻫِﻴﻢَ ﺃَﺧْﺒَﺮَﻧَﺎ ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟْﺄَﻋْﻠَﻰ
ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺇِﺳْﺤَﻖُ ﺃَﺧْﺒَﺮَﻧَﺎ ﻭَﻛِﻴﻊٌ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺳُﻔْﻴَﺎﻥُ ﻛِﻠَﺎﻫُﻤَﺎ ﻋَﻦْ
ﻳُﻮﻧُﺲَ ﺑِﻬَﺬَﺍ ﺍﻟْﺈِﺳْﻨَﺎﺩِ ﻣِﺜْﻠَﻪُ
Telah menceritakan kepadaku
Qutaibah bin Sa'id; Telah menceritakan
kepada kami Yazid bin Zurai'; Demikian juga
diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah
menceritakan kepada kami Abu Bakr bin
Abu Syaibah; Telah menceritakan kepada
kamiIsma'il bin 'Ulayyah keduanya dari
Yunus Demikian juga diriwayatkan dari
jalur lainnya, dan telah menceritakan
kepadaku Zuhair bin Harb Telah
menceritakan kepada kamiHusyaim Telah
mengabarkan kepada kami Yunus dari
Amru bin Sa'id dari Abu Zur'ahdari Jarir bin
Abdullah dia berkata; Aku bertanya kepada
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
mengenai penglihatan yang tidak di
sengaja. Maka beliau memerintahkanku
supaya memalingkan penglihatanku. Dan
Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin
Ibrahim Telah mengabarkan kepada kami
Abdul A'la. Ishaq berkata; Telah
mengabarkan kepada kami Waki' Telah
menceritakan kepada kami Sufyan,
keduanya dari Yunusmelalui jalur ini
dengan Hadits yang serupa.
Selasa, 05 November 2013
Hadits Arba'in An Nawawi
Hadits ke-38: Wali Allah
Hadits Ketigapuluh delapan
ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﻗَﺎﻝَ:ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ
ﺍﻟﻠﻪِ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ:ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﻗَﺎﻝَ:
ﻣَﻦْ ﻋَﺎﺩَﻯ ﻟِﻲ ﻭَﻟِﻴًّﺎ ﻓَﻘَﺪْ ﺁﺫَﻧْﺘُﻪُ ﺑِﺎﻟْﺤَﺮْﺏِ، ﻭَﻣَﺎ ﺗَﻘَﺮَّﺏَ
ﺇِﻟَﻲَّ ﻋَﺒْﺪِﻱ ﺑِﺸَﻲْﺀٍ ﺃَﺣَﺐَّ ﺇِﻟَﻲَّ ﻣِﻤَّﺎ ﺍﻓْﺘَﺮَﺿْﺘُﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ،
ﻭَﻻَ ﻳَﺰَﺍﻝُ ﻋَﺒْﺪِﻱ ﻳَﺘَﻘَﺮَّﺏُ ﺇِﻟَﻲَّ ﺑِﺎﻟﻨَّﻮَﺍﻓِﻞِ ﺣَﺘَّﻰ ﺃُﺣِﺒَّﻪُ،
ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺃَﺣْﺒَﺒْﺘُﻪُ ﻛُﻨْﺖُ ﺳَﻤْﻌَﻪُ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻳَﺴْﻤَﻊُ ﺑِﻪِ ﻭَﺑَﺼَﺮَﻩُ
ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻳُﺒْﺼِﺮُ ﺑِﻪِ، ﻭَﻳَﺪَﻩُ ﺍﻟَّﺘِﻲ ﻳَﺒْﻄِﺶُ ﺑِﻬَﺎ، ﻭَﺭِﺟْﻠَﻪُ ﺍﻟَّﺘِﻲ
ﻳَﻤْﺸِﻲ ﺑِﻬَﺎ، ﻭَﻟَﺌِﻦْ ﺳَﺄَﻟَﻨِﻲ ﻷُﻋْﻄِﻴَﻨَّﻪُ، ﻭَﻟَﺌِﻦِ ﺍﺳْﺘَﻌَﺎﺫَﻧِﻲ
ﻷُﻋِﻴْﺬَﻧَّﻪُ
]ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ[
Terjemah hadits / ﺗﺮﺟﻤﺔ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ :
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu
berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam bersabda : Sesungguhya Allah
ta’ala berfirman : Siapa yang memusuhi
waliku maka Aku telah mengumumkan
perang dengannya. Tidak ada
taqarrubnya seorang hamba kepada-Ku
yang lebih aku cintai kecuali dengan
beribadah dengan apa yang telah Aku
wajibkan kepadanya. Dan hambaku yang
selalu mendekatkan diri kepada-Ku
dengan nawafil (perkara-perkara
sunnah di luar yang fardhu) maka Aku
akan mencintainya dan jika Aku telah
mencintainya maka Aku adalah
pendengarannya yang dia gunakan
untuk mendengar, penglihatannya yang
dia gunakan untuk melihat, tangannya
yang digunakannya untuk memukul dan
kakinya yang digunakan untuk berjalan.
Jika dia meminta kepadaku niscaya akan
aku berikan dan jika dia minta
perlindungan dari-Ku niscaya akan Aku
lindungi “ Riwayat Bukhori.
Pelajaran yang dapat diambil dari
hadits/
ﺍﻟﻔﻮﺍﺋﺪ ﻣﻦ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ:
1. Besarnya kedudukan seorang wali,
karena dirinya diarahkan dan dibela oleh
Allah ta’ala.
2. Perbuatan-Perbuatan fardhu
merupakan perbuatan-perbuatan yang
dicintai Allah ta’ala .
3. Siapa yang kontinyu melaksanakan
sunnah dan menghindar dari perbuatan
maksiat maka dia akan meraih kecintaan
Allah ta’ala.
4. Jika Allah ta’ala telah mencintai
seseorang maka dia akan mengabulkan
doanya.
Hadits Ketigapuluh delapan
ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﻗَﺎﻝَ:ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ
ﺍﻟﻠﻪِ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ:ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﻗَﺎﻝَ:
ﻣَﻦْ ﻋَﺎﺩَﻯ ﻟِﻲ ﻭَﻟِﻴًّﺎ ﻓَﻘَﺪْ ﺁﺫَﻧْﺘُﻪُ ﺑِﺎﻟْﺤَﺮْﺏِ، ﻭَﻣَﺎ ﺗَﻘَﺮَّﺏَ
ﺇِﻟَﻲَّ ﻋَﺒْﺪِﻱ ﺑِﺸَﻲْﺀٍ ﺃَﺣَﺐَّ ﺇِﻟَﻲَّ ﻣِﻤَّﺎ ﺍﻓْﺘَﺮَﺿْﺘُﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ،
ﻭَﻻَ ﻳَﺰَﺍﻝُ ﻋَﺒْﺪِﻱ ﻳَﺘَﻘَﺮَّﺏُ ﺇِﻟَﻲَّ ﺑِﺎﻟﻨَّﻮَﺍﻓِﻞِ ﺣَﺘَّﻰ ﺃُﺣِﺒَّﻪُ،
ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺃَﺣْﺒَﺒْﺘُﻪُ ﻛُﻨْﺖُ ﺳَﻤْﻌَﻪُ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻳَﺴْﻤَﻊُ ﺑِﻪِ ﻭَﺑَﺼَﺮَﻩُ
ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻳُﺒْﺼِﺮُ ﺑِﻪِ، ﻭَﻳَﺪَﻩُ ﺍﻟَّﺘِﻲ ﻳَﺒْﻄِﺶُ ﺑِﻬَﺎ، ﻭَﺭِﺟْﻠَﻪُ ﺍﻟَّﺘِﻲ
ﻳَﻤْﺸِﻲ ﺑِﻬَﺎ، ﻭَﻟَﺌِﻦْ ﺳَﺄَﻟَﻨِﻲ ﻷُﻋْﻄِﻴَﻨَّﻪُ، ﻭَﻟَﺌِﻦِ ﺍﺳْﺘَﻌَﺎﺫَﻧِﻲ
ﻷُﻋِﻴْﺬَﻧَّﻪُ
]ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ[
Terjemah hadits / ﺗﺮﺟﻤﺔ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ :
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu
berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam bersabda : Sesungguhya Allah
ta’ala berfirman : Siapa yang memusuhi
waliku maka Aku telah mengumumkan
perang dengannya. Tidak ada
taqarrubnya seorang hamba kepada-Ku
yang lebih aku cintai kecuali dengan
beribadah dengan apa yang telah Aku
wajibkan kepadanya. Dan hambaku yang
selalu mendekatkan diri kepada-Ku
dengan nawafil (perkara-perkara
sunnah di luar yang fardhu) maka Aku
akan mencintainya dan jika Aku telah
mencintainya maka Aku adalah
pendengarannya yang dia gunakan
untuk mendengar, penglihatannya yang
dia gunakan untuk melihat, tangannya
yang digunakannya untuk memukul dan
kakinya yang digunakan untuk berjalan.
Jika dia meminta kepadaku niscaya akan
aku berikan dan jika dia minta
perlindungan dari-Ku niscaya akan Aku
lindungi “ Riwayat Bukhori.
Pelajaran yang dapat diambil dari
hadits/
ﺍﻟﻔﻮﺍﺋﺪ ﻣﻦ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ:
1. Besarnya kedudukan seorang wali,
karena dirinya diarahkan dan dibela oleh
Allah ta’ala.
2. Perbuatan-Perbuatan fardhu
merupakan perbuatan-perbuatan yang
dicintai Allah ta’ala .
3. Siapa yang kontinyu melaksanakan
sunnah dan menghindar dari perbuatan
maksiat maka dia akan meraih kecintaan
Allah ta’ala.
4. Jika Allah ta’ala telah mencintai
seseorang maka dia akan mengabulkan
doanya.
Hadits Arba'in An Nawawi
Hadits ke-39: Perilaku Yang
Diampuni
HADITS KETIGAPULUH SEMBILAN
ﻋَﻦِ ﺍﺑْﻦِ ﻋَﺒَّﺎﺱ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻬُﻤَﺎ:ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ
ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗَﺎﻝَ:ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﺗَﺠَﺎﻭَﺯَ ﻟِﻲْ
ﻋَﻦْ ﺃُﻣَّﺘِﻲ:ﺍﻟْﺨَﻄَﺄُ ﻭَﺍﻟﻨِّﺴْﻴَﺎﻥُ ﻭَﻣَﺎ ﺍﺳْﺘُﻜْﺮِﻫُﻮﺍ ﻋَﻠَﻴْﻪِ
]ﺣﺪﻳﺚ ﺣﺴﻦ ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﺔ ﻭﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲ
ﻭﻏﻴﺮﻫﻤﺎ[
Terjemah hadits / ﺗﺮﺟﻤﺔ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ :
Dari Ibnu Abbas radiallahuanhuma :
Sesungguhnya Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
“Sesungguhnya Allah ta’ala memafkan
umatku karena aku (disebabkan
beberapa hal) : Kesalahan, lupa dan
segala sesuatu yang dipaksa“
(Hadits hasan diriwayatkan oleh Ibnu
Majah dan Baihaqi dan lainnya)
Pelajaran yang terdapat dalam
hadits /
ﺍﻟﻔﻮﺍﺋﺪ ﻣﻦ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ:
1. Allah ta’ala mengutamakan umat ini
dengan menghilangkan berbagai
kesulitan dan memaafkan dosa
kesalahan dan lupa.
2. Sesungguhnya Allah ta’ala tidak
menghukum seseorang kecuali jika dia
sengaja berbuat maksiat dan hatinya
telah berniat untuk melakukan
penyimpangan dan meninggalkan
kewajiban dengan sukarela .
3. Manfaat adanya kewajiban adalah
untuk mengetahui siapa yang ta’at dan
siapa yang membangkang.
4. Ada beberapa perkara yang tidak
begitu saja dimaafkan. Misalnya
seseorang melihat najis di bajunya akan
tetapi dia mengabaikan untuk
menghilangkannya segera, kemudian dia
shalat dengannya karena lupa, maka
wajib baginya mengqhada shalat
tersebut. Contoh seperti itu banyak
terdapat dalam kitab-kitab fiqh.
Diampuni
HADITS KETIGAPULUH SEMBILAN
ﻋَﻦِ ﺍﺑْﻦِ ﻋَﺒَّﺎﺱ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻬُﻤَﺎ:ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ
ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗَﺎﻝَ:ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﺗَﺠَﺎﻭَﺯَ ﻟِﻲْ
ﻋَﻦْ ﺃُﻣَّﺘِﻲ:ﺍﻟْﺨَﻄَﺄُ ﻭَﺍﻟﻨِّﺴْﻴَﺎﻥُ ﻭَﻣَﺎ ﺍﺳْﺘُﻜْﺮِﻫُﻮﺍ ﻋَﻠَﻴْﻪِ
]ﺣﺪﻳﺚ ﺣﺴﻦ ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﺔ ﻭﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲ
ﻭﻏﻴﺮﻫﻤﺎ[
Terjemah hadits / ﺗﺮﺟﻤﺔ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ :
Dari Ibnu Abbas radiallahuanhuma :
Sesungguhnya Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
“Sesungguhnya Allah ta’ala memafkan
umatku karena aku (disebabkan
beberapa hal) : Kesalahan, lupa dan
segala sesuatu yang dipaksa“
(Hadits hasan diriwayatkan oleh Ibnu
Majah dan Baihaqi dan lainnya)
Pelajaran yang terdapat dalam
hadits /
ﺍﻟﻔﻮﺍﺋﺪ ﻣﻦ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ:
1. Allah ta’ala mengutamakan umat ini
dengan menghilangkan berbagai
kesulitan dan memaafkan dosa
kesalahan dan lupa.
2. Sesungguhnya Allah ta’ala tidak
menghukum seseorang kecuali jika dia
sengaja berbuat maksiat dan hatinya
telah berniat untuk melakukan
penyimpangan dan meninggalkan
kewajiban dengan sukarela .
3. Manfaat adanya kewajiban adalah
untuk mengetahui siapa yang ta’at dan
siapa yang membangkang.
4. Ada beberapa perkara yang tidak
begitu saja dimaafkan. Misalnya
seseorang melihat najis di bajunya akan
tetapi dia mengabaikan untuk
menghilangkannya segera, kemudian dia
shalat dengannya karena lupa, maka
wajib baginya mengqhada shalat
tersebut. Contoh seperti itu banyak
terdapat dalam kitab-kitab fiqh.
Hadits Arba'ain An Nawawi
Hadits ke-40
Hiduplah Laksana
Pengembara
Hadits Keempat Puluh
ﻋَﻦْ ﺍﺑْﻦِ ﻋُﻤَﺮْ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋَﻨْﻬُﻤَﺎ ﻗَﺎﻝَ:ﺃَﺧَﺬَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ
ﺍﻟﻠﻪِ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺑِﻤَﻨْﻜِﺒَﻲَّ ﻓَﻘَﺎﻝَ:ﻛُﻦْ
ﻓِﻲ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻛَﺄَﻧَّﻚَ ﻏَﺮِﻳْﺐٌ ﺃَﻭْ ﻋَﺎﺑِﺮُ ﺳَﺒِﻴْﻞٍ.ﻭَﻛﺎَﻥَ ﺍﺑْﻦُ
ﻋُﻤَﺮَ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻬُﻤَﺎ ﻳَﻘُﻮْﻝُ:ﺇِﺫَﺍ ﺃَﻣْﺴَﻴْﺖَ ﻓَﻼَ
ﺗَﻨْﺘَﻈِﺮِ ﺍﻟﺼَّﺒَﺎﺡَ، ﻭَﺇِﺫَﺍ ﺃَﺻْﺒَﺤْﺖَ ﻓَﻼَ ﺗَﻨْﺘَﻈِﺮِ ﺍﻟْﻤَﺴَﺎﺀَ،
ﻭَﺧُﺬْ ﻣِﻦْ ﺻِﺤَّﺘِﻚَ ﻟِﻤَﺮَﺿِﻚَ، ﻭَﻣِﻦْ ﺣَﻴَﺎﺗِﻚَ ﻟِﻤَﻮْﺗِﻚَ.
]ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ[
Terjemah hadits / ﺗﺮﺟﻤﺔ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ :
Dari Ibnu Umar radhiallahuanhuma
berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam memegang pundak kedua
pundak saya seraya bersabda : Jadilah
engkau di dunia seakan-akan orang
asing atau pengembara “, Ibnu Umar
berkata : Jika kamu berada di sore hari
jangan tunggu pagi hari, dan jika kamu
berada di pagi hari jangan tunggu sore
hari, gunakanlah kesehatanmu untuk
(persiapan saat) sakitmu dan
kehidupanmu untuk kematianmu “
(Riwayat Bukhori)
Pelajaran :
1. Bersegera mengerjakan pekerjaan
baik dan memperbanyak ketaatan, tidak
lalai dan menunda-nunda karena dia
tidak tahu kapan datang ajalnya.
2. Menggunakan berbagai
kesempatan dan momentum sebelum
hilangnya berlalu.
3. Zuhud di dunia berarti tidak
bergantung kepadanya hingga
mengabaikan ibadah kepada Allah ta’ala
untuk kehidupan akhirat.
4. Hati-hati dan khawatir dari azab
Allah adalah sikap seorang musafir yang
bersungguh-sungguh dan hati –hati
agar tidak tersesat.
5. Waspada dari teman yang buruk
hingga tidak terhalang dari tujuannya.
6. Pekerjaan dunia dituntut untuk
menjaga jiwa dan mendatangkan
manfaat, seorang muslim hendaknya
menggunakan semua itu untuk tujuan
akhirat.
7. Bersungguh-sungguh menjaga
waktu dan mempersiapkan diri untuk
kematian dan bersegera bertaubat dan
beramal shaleh.
8. Rasulullah memegang kedua
pundak Abdullah bin Umar, adalah agar
beliau memperhatikan apa yang akan
beliau sampaikan. Menunjukkan bahwa
seorang pelajar harus diajarkan tentang
perhatian gurunya kepadanya dan
kesungguhannya untuk menyampaikan
ilmu kedalam jiwanya. Hal ini dapat
menyebabkan masuknya ilmu,
sebagaimana hal itu juga menunjukkan
kecintaan Rasulullah kepada Abdullah
bin Umar, karena hal tersebut pada
umumnya dilakukan oleh seseorang
kepada siapa yang dicintainya.
Hiduplah Laksana
Pengembara
Hadits Keempat Puluh
ﻋَﻦْ ﺍﺑْﻦِ ﻋُﻤَﺮْ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋَﻨْﻬُﻤَﺎ ﻗَﺎﻝَ:ﺃَﺧَﺬَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ
ﺍﻟﻠﻪِ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺑِﻤَﻨْﻜِﺒَﻲَّ ﻓَﻘَﺎﻝَ:ﻛُﻦْ
ﻓِﻲ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻛَﺄَﻧَّﻚَ ﻏَﺮِﻳْﺐٌ ﺃَﻭْ ﻋَﺎﺑِﺮُ ﺳَﺒِﻴْﻞٍ.ﻭَﻛﺎَﻥَ ﺍﺑْﻦُ
ﻋُﻤَﺮَ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻬُﻤَﺎ ﻳَﻘُﻮْﻝُ:ﺇِﺫَﺍ ﺃَﻣْﺴَﻴْﺖَ ﻓَﻼَ
ﺗَﻨْﺘَﻈِﺮِ ﺍﻟﺼَّﺒَﺎﺡَ، ﻭَﺇِﺫَﺍ ﺃَﺻْﺒَﺤْﺖَ ﻓَﻼَ ﺗَﻨْﺘَﻈِﺮِ ﺍﻟْﻤَﺴَﺎﺀَ،
ﻭَﺧُﺬْ ﻣِﻦْ ﺻِﺤَّﺘِﻚَ ﻟِﻤَﺮَﺿِﻚَ، ﻭَﻣِﻦْ ﺣَﻴَﺎﺗِﻚَ ﻟِﻤَﻮْﺗِﻚَ.
]ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ[
Terjemah hadits / ﺗﺮﺟﻤﺔ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ :
Dari Ibnu Umar radhiallahuanhuma
berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam memegang pundak kedua
pundak saya seraya bersabda : Jadilah
engkau di dunia seakan-akan orang
asing atau pengembara “, Ibnu Umar
berkata : Jika kamu berada di sore hari
jangan tunggu pagi hari, dan jika kamu
berada di pagi hari jangan tunggu sore
hari, gunakanlah kesehatanmu untuk
(persiapan saat) sakitmu dan
kehidupanmu untuk kematianmu “
(Riwayat Bukhori)
Pelajaran :
1. Bersegera mengerjakan pekerjaan
baik dan memperbanyak ketaatan, tidak
lalai dan menunda-nunda karena dia
tidak tahu kapan datang ajalnya.
2. Menggunakan berbagai
kesempatan dan momentum sebelum
hilangnya berlalu.
3. Zuhud di dunia berarti tidak
bergantung kepadanya hingga
mengabaikan ibadah kepada Allah ta’ala
untuk kehidupan akhirat.
4. Hati-hati dan khawatir dari azab
Allah adalah sikap seorang musafir yang
bersungguh-sungguh dan hati –hati
agar tidak tersesat.
5. Waspada dari teman yang buruk
hingga tidak terhalang dari tujuannya.
6. Pekerjaan dunia dituntut untuk
menjaga jiwa dan mendatangkan
manfaat, seorang muslim hendaknya
menggunakan semua itu untuk tujuan
akhirat.
7. Bersungguh-sungguh menjaga
waktu dan mempersiapkan diri untuk
kematian dan bersegera bertaubat dan
beramal shaleh.
8. Rasulullah memegang kedua
pundak Abdullah bin Umar, adalah agar
beliau memperhatikan apa yang akan
beliau sampaikan. Menunjukkan bahwa
seorang pelajar harus diajarkan tentang
perhatian gurunya kepadanya dan
kesungguhannya untuk menyampaikan
ilmu kedalam jiwanya. Hal ini dapat
menyebabkan masuknya ilmu,
sebagaimana hal itu juga menunjukkan
kecintaan Rasulullah kepada Abdullah
bin Umar, karena hal tersebut pada
umumnya dilakukan oleh seseorang
kepada siapa yang dicintainya.
Hadits Arba'in An Nawawi
Hadits ke-41
MENUNDUKKAN HAWA NAFSU
ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻣﺤﻤﺪ ﻋﺒﺪﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻋﻤﺮﻭ ﺑﻦ ﺍﻟﻌﺎﺹ ﺭﺿﻲ
ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻣﺎ ﻗﺎﻝ ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ
ﻭﺳﻠﻢ - ﻻ ﻳﺆﻣﻦ ﺃﺣﺪﻛﻢ ﺣﺘﻰ ﻳﻜﻮﻥ ﻫﻮﺍﻩ ﺗﺒﻌﺎُ ﻟﻤﺎ
ﺟﺌﺖ ﺑﻪ - ﺣﺪﻳﺚ ﺻﺤﻴﺢ ﺭﻭﻳﻨﺎﻩ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﺤﺠﺔ
ﺑﺈﺳﻨﺎﺩ ﺻﺤﻴﺢ
Terjemahan:
Dari Abu Muhammad, Abdullah bin Amr bin
Al ‘Ash radhiallahu 'anhuma, ia berkata :
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam telah
bersabda : “Tidak sempurna iman
seseorang di antara kamu sehingga hawa
nafsunya tunduk kepada apa yang telah
aku sampaikan”. (Hadits hasan shahih
dalam kitab Al Hujjah)
Penjelasan:
Hadits ini semakna dengan firman Allah :
“Demi Tuhanmu, mereka tidak dikatakan
beriman sebelum mereka berhukum
kepada kamu mengenai perselisihan
sesama mereka dan mereka tidak merasa
berat hati atas keputusan kamu serta
menerima dengan pasrah sepenuhnya”.
(QS. 4 : 65)
Sebab turunnya ayat ini ialah karena Zubair
bersengketa dengan seorang sahabat dari
golongan Anshar dalam perkara air. Kedua
orang ini datang kepada Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa Sallam untuk
mendapatkan keputusan. Lalu Nabi
Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :
“Wahai Zubair, alirkanlah dan tuangkanlah
air kepada tetanggamu itu”.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam
menganjurkan kepada Zubair untuk
bersikap memudahkan dan toleransi. Akan
tetapi, sahabat Anshar itu berkata : “Apakah
karena dia anak bibimu?” Maka merahlah
wajah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
Sallam kemudian sabda beliau : “Wahai
Zubair, tutuplah alirannya sampai airnya
naik ke atas pagar kemudian biarkanlah
hingga tumpah”.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam
melakukan hal semacam itu untuk memberi
isyarat kepada Zubair bahwa apa yang
diputuskan beliau mengandung mashlahat
bagi golongan Anshar. Tatkala orang Ashar
memahami sabda Nab Shallallahu 'alaihi wa
Sallam itu, maka Zubair menyadari apa yang
menjadi hak dan kewajibannya. Karena
kejadian itulah ayat ini turun.
Hadits yang shahih dari Nabi , beliau
bersabda : “Demi diriku yang ada di dalam
kekuasaan-Nya, seseorang di antara kamu
tidak dikatakan beriman sebelum ia
mencintai aku lebih dari cintanya kepada
bapaknya, anaknya, dan semua manusia”.
Abu Zinad berkata : “Hadits ini termasuk
kalimat pendek yang padat berisi, karena di
dalam kalimat ini digunakan kalimat yang
singkat tetapi maknanya luas. Cinta itu ada
tiga macam, yaitu cinta yang didorong oleh
rasa menghormati dan memuliakan seperti
cinta kepada orang tua, cinta didorong oleh
kasih sayang seperti mencintai anak dan
cinta karena saling mengharapkan
kebaikan seperti mencintai orang lain”.
Ibnu Bathal berkata : “Hadits di atas
maksudnya ---Wallaahu a’lam--- adalah
barang siapa yang ingin imannya menjadi
sempurna, maka ia harus mengetahui
bahwa hak dan keutamaan Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa Sallam lebih besar
daripada hak bapaknya, anaknya dan
semua manusia, karena melalui Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa Sallam inilah Allah
menyelamatkan dirinya dari neraka dan
memberinya petunjuk sehingga terjauh
dari kesesatan. Jadi, maksud Hadits di atas
adalah mengorbankan diri dan jiwa untuk
membela Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
Sallam berperang melawan bapak mereka
atau anak mereka atau saudara mereka
(yang melawan Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa Sallam). Abu Ubaidah telah membunuh
bapaknya karena menyakiti Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Abu Bakar
menghadapi anaknya, Abdurrahman, dalam
perang Badar dan hampir saja anak itu
dibunuhnya. Barang siapa melakukan hal
semacam ini, sungguh ia dapat dikatakan
kemauan-kemauannya tunduk kepada apa
yang diajarkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa
Sallam kepadanya.
MENUNDUKKAN HAWA NAFSU
ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻣﺤﻤﺪ ﻋﺒﺪﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻋﻤﺮﻭ ﺑﻦ ﺍﻟﻌﺎﺹ ﺭﺿﻲ
ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻣﺎ ﻗﺎﻝ ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ
ﻭﺳﻠﻢ - ﻻ ﻳﺆﻣﻦ ﺃﺣﺪﻛﻢ ﺣﺘﻰ ﻳﻜﻮﻥ ﻫﻮﺍﻩ ﺗﺒﻌﺎُ ﻟﻤﺎ
ﺟﺌﺖ ﺑﻪ - ﺣﺪﻳﺚ ﺻﺤﻴﺢ ﺭﻭﻳﻨﺎﻩ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﺤﺠﺔ
ﺑﺈﺳﻨﺎﺩ ﺻﺤﻴﺢ
Terjemahan:
Dari Abu Muhammad, Abdullah bin Amr bin
Al ‘Ash radhiallahu 'anhuma, ia berkata :
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam telah
bersabda : “Tidak sempurna iman
seseorang di antara kamu sehingga hawa
nafsunya tunduk kepada apa yang telah
aku sampaikan”. (Hadits hasan shahih
dalam kitab Al Hujjah)
Penjelasan:
Hadits ini semakna dengan firman Allah :
“Demi Tuhanmu, mereka tidak dikatakan
beriman sebelum mereka berhukum
kepada kamu mengenai perselisihan
sesama mereka dan mereka tidak merasa
berat hati atas keputusan kamu serta
menerima dengan pasrah sepenuhnya”.
(QS. 4 : 65)
Sebab turunnya ayat ini ialah karena Zubair
bersengketa dengan seorang sahabat dari
golongan Anshar dalam perkara air. Kedua
orang ini datang kepada Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa Sallam untuk
mendapatkan keputusan. Lalu Nabi
Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :
“Wahai Zubair, alirkanlah dan tuangkanlah
air kepada tetanggamu itu”.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam
menganjurkan kepada Zubair untuk
bersikap memudahkan dan toleransi. Akan
tetapi, sahabat Anshar itu berkata : “Apakah
karena dia anak bibimu?” Maka merahlah
wajah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
Sallam kemudian sabda beliau : “Wahai
Zubair, tutuplah alirannya sampai airnya
naik ke atas pagar kemudian biarkanlah
hingga tumpah”.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam
melakukan hal semacam itu untuk memberi
isyarat kepada Zubair bahwa apa yang
diputuskan beliau mengandung mashlahat
bagi golongan Anshar. Tatkala orang Ashar
memahami sabda Nab Shallallahu 'alaihi wa
Sallam itu, maka Zubair menyadari apa yang
menjadi hak dan kewajibannya. Karena
kejadian itulah ayat ini turun.
Hadits yang shahih dari Nabi , beliau
bersabda : “Demi diriku yang ada di dalam
kekuasaan-Nya, seseorang di antara kamu
tidak dikatakan beriman sebelum ia
mencintai aku lebih dari cintanya kepada
bapaknya, anaknya, dan semua manusia”.
Abu Zinad berkata : “Hadits ini termasuk
kalimat pendek yang padat berisi, karena di
dalam kalimat ini digunakan kalimat yang
singkat tetapi maknanya luas. Cinta itu ada
tiga macam, yaitu cinta yang didorong oleh
rasa menghormati dan memuliakan seperti
cinta kepada orang tua, cinta didorong oleh
kasih sayang seperti mencintai anak dan
cinta karena saling mengharapkan
kebaikan seperti mencintai orang lain”.
Ibnu Bathal berkata : “Hadits di atas
maksudnya ---Wallaahu a’lam--- adalah
barang siapa yang ingin imannya menjadi
sempurna, maka ia harus mengetahui
bahwa hak dan keutamaan Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa Sallam lebih besar
daripada hak bapaknya, anaknya dan
semua manusia, karena melalui Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa Sallam inilah Allah
menyelamatkan dirinya dari neraka dan
memberinya petunjuk sehingga terjauh
dari kesesatan. Jadi, maksud Hadits di atas
adalah mengorbankan diri dan jiwa untuk
membela Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
Sallam berperang melawan bapak mereka
atau anak mereka atau saudara mereka
(yang melawan Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa Sallam). Abu Ubaidah telah membunuh
bapaknya karena menyakiti Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Abu Bakar
menghadapi anaknya, Abdurrahman, dalam
perang Badar dan hampir saja anak itu
dibunuhnya. Barang siapa melakukan hal
semacam ini, sungguh ia dapat dikatakan
kemauan-kemauannya tunduk kepada apa
yang diajarkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa
Sallam kepadanya.
Senin, 04 November 2013
Hadits Arba'in An Nawawi
Hadits 42: Allah Mengampuni Segala Dosa
Orang Yang Tidak Berbuat Syirik
HADITS KEEMPATPULUH DUA
ﻋَﻦْ ﺃَﻧَﺲٍ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﻗَﺎﻝَ : ﺳَﻤِﻌْﺖُ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ
ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳَﻘُﻮْﻝُ : ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ : ﻳَﺎ
ﺍﺑْﻦَ ﺁﺩَﻡَ، ﺇِﻧَّﻚَ ﻣَﺎ ﺩَﻋَﻮْﺗَﻨِﻲ ﻭَﺭَﺟَﻮْﺗَﻨِﻲ ﻏَﻔَﺮْﺕُ ﻟَﻚَ ﻋَﻠَﻰ
ﻣَﺎﻛَﺎﻥَ ﻣِﻨْﻚَ ﻭَﻻَ ﺃُﺑَﺎﻟِﻲ، ﻳَﺎ ﺍﺑْﻦَ ﺁﺩَﻡَ ﻟَﻮْ ﺑَﻠَﻐَﺖْ ﺫُﻧُﻮْﺑُﻚَ
ﻋَﻨَﺎﻥَ ﺍﻟﺴَّﻤﺎَﺀِ ﺛُﻢَّ ﺍﺳْﺘَﻐْﻔَﺮْﺗَﻨِﻲ ﻏَﻔَﺮْﺕُ ﻟَﻚَ، ﻳَﺎ ﺍﺑْﻦَ
ﺁﺩَﻡَ، ﺇِﻧَّﻚَ ﻟَﻮْ ﺃَﺗَﻴْﺘَﻨِﻲ ﺑِﻘُﺮَﺍﺏِ ﺍْﻷَﺭْﺽِ ﺧَﻄﺎَﻳﺎَ ﺛُﻢَّ ﻟَﻘِﻴْﺘَﻨِﻲ
ﻻَ ﺗُﺸْﺮِﻙْ ﺑِﻲ ﺷَﻴْﺌﺎً ﻷَﺗَﻴْﺘُﻚَ ﺑِﻘُﺮَﺍﺑِﻬَﺎ ﻣَﻐْﻔِﺮَﺓً
]ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﻭﻗﺎﻝ ﺣﺪﻳﺚ ﺣﺴﻦ ﺻﺤﻴﺢ [
Terjemah Hadits / ﺗﺮﺟﻤﺔ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ :
Dari Anas Radhiallahuanhu dia berkata:
Saya mendengar Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Allah
Ta’ala berfirman: “Wahai anak Adam,
sesungguhnya Engkau berdoa kepada-Ku
dan memohon kepada-Ku, maka akan
aku ampuni engkau, Aku tidak peduli
(berapapun banyaknya dan besarnya
dosamu). Wahai anak Adam seandainya
dosa-dosamu (sebanyak) awan di langit
kemudian engkau minta ampun kepada-
Ku niscaya akan Aku ampuni engkau.
Wahai anak Adam sesungguhnya jika
engkau datang kepadaku dengan
kesalahan sepenuh bumi kemudian
engkau menemuiku dengan tidak
menyekutukan Aku sedikitpun maka
akan Aku temui engkau dengan sepenuh
itu pula ampunan “
(Riwayat Turmuzi dan dia berkata :
haditsnya hasan shahih).
Pelajaran yang terdapat dalam hadits /
ﺍﻟﻔﻮﺍﺋﺪ ﻣﻦ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ:
1. Berdoa diperintahkan dan
dijanjikan untuk dikabulkan.
2. Pemberian maaf Allah dan ampunan-
Nya lebih luas dan lebih besar dari dosa
seorang hamba jika dia minta ampun
dan bertaubat.
3. Berbaik sangka kepada Allah Ta’ala,
Dialah semata Yang Maha Pengampun
bagi orang yang bertaubat dan istighfar.
4. Tauhid adalah pokok ampunan dan
sebab satu-satunya untuk meraihnya.
5. Membuka pintu harapan bagi ahli
maksiat untuk segera bertaubat dan
menyesal betapapun banyak dosanya.
Orang Yang Tidak Berbuat Syirik
HADITS KEEMPATPULUH DUA
ﻋَﻦْ ﺃَﻧَﺲٍ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﻗَﺎﻝَ : ﺳَﻤِﻌْﺖُ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ
ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳَﻘُﻮْﻝُ : ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ : ﻳَﺎ
ﺍﺑْﻦَ ﺁﺩَﻡَ، ﺇِﻧَّﻚَ ﻣَﺎ ﺩَﻋَﻮْﺗَﻨِﻲ ﻭَﺭَﺟَﻮْﺗَﻨِﻲ ﻏَﻔَﺮْﺕُ ﻟَﻚَ ﻋَﻠَﻰ
ﻣَﺎﻛَﺎﻥَ ﻣِﻨْﻚَ ﻭَﻻَ ﺃُﺑَﺎﻟِﻲ، ﻳَﺎ ﺍﺑْﻦَ ﺁﺩَﻡَ ﻟَﻮْ ﺑَﻠَﻐَﺖْ ﺫُﻧُﻮْﺑُﻚَ
ﻋَﻨَﺎﻥَ ﺍﻟﺴَّﻤﺎَﺀِ ﺛُﻢَّ ﺍﺳْﺘَﻐْﻔَﺮْﺗَﻨِﻲ ﻏَﻔَﺮْﺕُ ﻟَﻚَ، ﻳَﺎ ﺍﺑْﻦَ
ﺁﺩَﻡَ، ﺇِﻧَّﻚَ ﻟَﻮْ ﺃَﺗَﻴْﺘَﻨِﻲ ﺑِﻘُﺮَﺍﺏِ ﺍْﻷَﺭْﺽِ ﺧَﻄﺎَﻳﺎَ ﺛُﻢَّ ﻟَﻘِﻴْﺘَﻨِﻲ
ﻻَ ﺗُﺸْﺮِﻙْ ﺑِﻲ ﺷَﻴْﺌﺎً ﻷَﺗَﻴْﺘُﻚَ ﺑِﻘُﺮَﺍﺑِﻬَﺎ ﻣَﻐْﻔِﺮَﺓً
]ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﻭﻗﺎﻝ ﺣﺪﻳﺚ ﺣﺴﻦ ﺻﺤﻴﺢ [
Terjemah Hadits / ﺗﺮﺟﻤﺔ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ :
Dari Anas Radhiallahuanhu dia berkata:
Saya mendengar Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Allah
Ta’ala berfirman: “Wahai anak Adam,
sesungguhnya Engkau berdoa kepada-Ku
dan memohon kepada-Ku, maka akan
aku ampuni engkau, Aku tidak peduli
(berapapun banyaknya dan besarnya
dosamu). Wahai anak Adam seandainya
dosa-dosamu (sebanyak) awan di langit
kemudian engkau minta ampun kepada-
Ku niscaya akan Aku ampuni engkau.
Wahai anak Adam sesungguhnya jika
engkau datang kepadaku dengan
kesalahan sepenuh bumi kemudian
engkau menemuiku dengan tidak
menyekutukan Aku sedikitpun maka
akan Aku temui engkau dengan sepenuh
itu pula ampunan “
(Riwayat Turmuzi dan dia berkata :
haditsnya hasan shahih).
Pelajaran yang terdapat dalam hadits /
ﺍﻟﻔﻮﺍﺋﺪ ﻣﻦ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ:
1. Berdoa diperintahkan dan
dijanjikan untuk dikabulkan.
2. Pemberian maaf Allah dan ampunan-
Nya lebih luas dan lebih besar dari dosa
seorang hamba jika dia minta ampun
dan bertaubat.
3. Berbaik sangka kepada Allah Ta’ala,
Dialah semata Yang Maha Pengampun
bagi orang yang bertaubat dan istighfar.
4. Tauhid adalah pokok ampunan dan
sebab satu-satunya untuk meraihnya.
5. Membuka pintu harapan bagi ahli
maksiat untuk segera bertaubat dan
menyesal betapapun banyak dosanya.
Jumat, 25 Oktober 2013
SYEKH NAWAWI AL-BANTANI
Kisah Ulama Asal Banten yang Menjadi
Imam Masjidil Haram

Indonesia pernah memiliki seorang ulama
ternama di jazirah Arab. Ia menjadi imam di
Masjidil Haram, mengajar di Haramain,
menulis buku yang tersebar di Timur
Tengah.
Dialah Syekh Nawawi Al Bantani. Namanya
sangat terkenal di Saudi hingga dijuluki
“Sayyidul Hijaz”, yakni ulama di kawasan
Hijaz. Kefakihannya dalam agama pun
membuatnya dijuluki Nawawi kedua,
maksudnya penerus ulama dunia terkenal,
Imam Nawawi.
Nama dan gelar lengkap beliau, yakni Abu
Abdullah Al-Mu'thi Muhammad Nawawi bin
Umar At-Tanari Al-Bantani Al-Jawi. Ia lahir di
Kampung Pesisir Desa Tanara, Kecamatan
Tirtayasa, Serang, Banten, 1230 Hijriyah atau
1815 Masehi. Ayahnya, Umar bin Arabi,
merupakan seorang ulama di Banten.
Bahkan, ada kabar Syekh Nawawi
merupakan keturunan Sunan Gunung Jati
dari Sultan Banten pertama, Maulana
Hasanuddin. Syekh Nawawi juga
dikabarakan masih memiliki jalur nasab dari
Husein, cucu Rasulullah.
Sejak kecil, ia dibawah didikan sang ayah.
Tak heran jika Nawawi kecil telah terbiasa
dengan didikan agama. Tak hanya itu,
ayahnya juga mengirimnya kepada
temannya yang juga seorang ulama Banten,
KH Sahal, dan seorang ulama di Purwakarta,
KH Yusuf. Baru, pada usia 15 tahun, Syekh
Nawawi pergi ke Arab Saudi. Di tanah
kelahiran Islam, ia memantapkan ilmu
agamanya. Ulama besar Saudi menjadi
gurunya.
Setelah tiga tahun menempa ilmu di Tanah
Suci, Syekh Nawawi kembali ke Tanah Air.
Tapi, saat pulang, ia tak senang dengan
kondisi penjajahan Belanda. Ia kemudian
kembali lagi ke Makkah dan menjadi
penuntut ilmu. Sejak keberangkatan itu, ia
tak lagi pulang ke Indonesia hingga akhir
hayat.
Di Makkah, Syekh giat menghadiri majelis
ilmu di Masjidil Haram. Hingga, kemudian
seorang imam masjid utama tersebut, Syekh
Ahmad Khatib Sambas meminta Nawawi
untuk menggantikan posisinya. Maka,
mulailah Syekh Nawawi menjadi pengajar
dan membuka majelisnya sendiri di Masjidil
Haram. Murid syekh berdatangan dengan
jumlah yang banyak. Bahkan, beberapa di
antara muridnya merupakan pemuda asal
Indonesia. Salah satu muridnya, yakni KH
Hasyim Asy'ari pendiri Nadlatul Ulama (NU).
Syekh Nawawi mengabdikan hidupnya
untuk mengajar. Ia pun terkenal giat
menulis dan menghasilkan banyak karya.
Sampai-sampai, banyak manuskripnya
disebarkan bebas kemudian diterbitkan
tanpa royalti. Sedikitnya, 34 tulisannya juga
masuk dalam Dictionary of Arabic Printed
Books. Karya lainnya mencapai seratus buku
dari berbagai cabang ilmu Islam.
Di antara bukunya yang terkenal, yakni:
Tafsir Marah Labid, Atsimar Al-Yaniah fi Ar-
Riyadah al-Badiah, Nurazh Sullam, Al-Futuhat
Al-Madaniyah, Tafsir Al-Munir, Tanqih Al-Qoul,
Fath Majid, Sullam Munajah, Nihayah Zein,
Salalim Al-Fudhala, Bidayah Al-Hidayah, Al-
Ibriz Al-Daani, Bugyah Al-Awwam, Futuhus
Samad, dan al-Aqdhu Tsamin. Tak sedikit
dari karya-karyanya yang diterbitkan di
Timur Tengah. Universitas Al Azhar Kairo
juga pernah mengundang syekh karena
karya-karyanya yang digemari kalangan
akademisi.
Buku-bukunya memang tersebar di Mesir. Di
universitas Islam tertua itu, syekh menjadi
pembicara dalam sebuah diskusi ilmiah.
Meski tak pernah mengajar di ranah
nusantara, syekh menyebarkan ilmu melalui
karya kepada masyarakat Indonesia. Karya-
karyanya bahkan menjadi buku wajb di
pesantren-pesantren. Bagi komunitas santri,
Syekh Nawawi merupakan mahaguru yang
banyak memberikan ilmu mengenai
landasan beragama. Apalagi, ia juga
merupakan guru dari sang pendiri NU.
Sehingga, tak sedikit yang menyebut Syekh
Nawawi sebagai akar tunjang tradisi
intelektual ormas Islam terbesar di
Indonesia tersebut.
Pemikiran
Syekh Nawawi sering kali menyatakan diri
sebagai penganut paham Asy'ariyyah dan
Maturidiyyah, sebuah paham yang dilahirkan
Abu Hasan Al Asyari dan Abu Manshur Al
Maturidi. Keduanya merupakan kelompok
yang memfokuskan diri pada pembelajaran
sifat-sifat Allah. Dari Syekh Nawawi, paham
tersebut pun kemudian tersebar di
nusantara.
Adapun dalam mazhab fikih, syekh Nawawi
memilih mengikuti Imam Syafi'i. Hal ini
terlihat dari karya-karyanya dalam ilmu fikih.
Syekh Nawawi juga mempelajari ilmu
tasawuf dan mengajarkannya. Ia bahkan
menulis sebuah karya yang menjadi rujukan
utama seorang sufi. Imam Al Ghazali juga
banyak memeng
Imam Masjidil Haram

Indonesia pernah memiliki seorang ulama
ternama di jazirah Arab. Ia menjadi imam di
Masjidil Haram, mengajar di Haramain,
menulis buku yang tersebar di Timur
Tengah.
Dialah Syekh Nawawi Al Bantani. Namanya
sangat terkenal di Saudi hingga dijuluki
“Sayyidul Hijaz”, yakni ulama di kawasan
Hijaz. Kefakihannya dalam agama pun
membuatnya dijuluki Nawawi kedua,
maksudnya penerus ulama dunia terkenal,
Imam Nawawi.
Nama dan gelar lengkap beliau, yakni Abu
Abdullah Al-Mu'thi Muhammad Nawawi bin
Umar At-Tanari Al-Bantani Al-Jawi. Ia lahir di
Kampung Pesisir Desa Tanara, Kecamatan
Tirtayasa, Serang, Banten, 1230 Hijriyah atau
1815 Masehi. Ayahnya, Umar bin Arabi,
merupakan seorang ulama di Banten.
Bahkan, ada kabar Syekh Nawawi
merupakan keturunan Sunan Gunung Jati
dari Sultan Banten pertama, Maulana
Hasanuddin. Syekh Nawawi juga
dikabarakan masih memiliki jalur nasab dari
Husein, cucu Rasulullah.
Sejak kecil, ia dibawah didikan sang ayah.
Tak heran jika Nawawi kecil telah terbiasa
dengan didikan agama. Tak hanya itu,
ayahnya juga mengirimnya kepada
temannya yang juga seorang ulama Banten,
KH Sahal, dan seorang ulama di Purwakarta,
KH Yusuf. Baru, pada usia 15 tahun, Syekh
Nawawi pergi ke Arab Saudi. Di tanah
kelahiran Islam, ia memantapkan ilmu
agamanya. Ulama besar Saudi menjadi
gurunya.
Setelah tiga tahun menempa ilmu di Tanah
Suci, Syekh Nawawi kembali ke Tanah Air.
Tapi, saat pulang, ia tak senang dengan
kondisi penjajahan Belanda. Ia kemudian
kembali lagi ke Makkah dan menjadi
penuntut ilmu. Sejak keberangkatan itu, ia
tak lagi pulang ke Indonesia hingga akhir
hayat.
Di Makkah, Syekh giat menghadiri majelis
ilmu di Masjidil Haram. Hingga, kemudian
seorang imam masjid utama tersebut, Syekh
Ahmad Khatib Sambas meminta Nawawi
untuk menggantikan posisinya. Maka,
mulailah Syekh Nawawi menjadi pengajar
dan membuka majelisnya sendiri di Masjidil
Haram. Murid syekh berdatangan dengan
jumlah yang banyak. Bahkan, beberapa di
antara muridnya merupakan pemuda asal
Indonesia. Salah satu muridnya, yakni KH
Hasyim Asy'ari pendiri Nadlatul Ulama (NU).
Syekh Nawawi mengabdikan hidupnya
untuk mengajar. Ia pun terkenal giat
menulis dan menghasilkan banyak karya.
Sampai-sampai, banyak manuskripnya
disebarkan bebas kemudian diterbitkan
tanpa royalti. Sedikitnya, 34 tulisannya juga
masuk dalam Dictionary of Arabic Printed
Books. Karya lainnya mencapai seratus buku
dari berbagai cabang ilmu Islam.
Di antara bukunya yang terkenal, yakni:
Tafsir Marah Labid, Atsimar Al-Yaniah fi Ar-
Riyadah al-Badiah, Nurazh Sullam, Al-Futuhat
Al-Madaniyah, Tafsir Al-Munir, Tanqih Al-Qoul,
Fath Majid, Sullam Munajah, Nihayah Zein,
Salalim Al-Fudhala, Bidayah Al-Hidayah, Al-
Ibriz Al-Daani, Bugyah Al-Awwam, Futuhus
Samad, dan al-Aqdhu Tsamin. Tak sedikit
dari karya-karyanya yang diterbitkan di
Timur Tengah. Universitas Al Azhar Kairo
juga pernah mengundang syekh karena
karya-karyanya yang digemari kalangan
akademisi.
Buku-bukunya memang tersebar di Mesir. Di
universitas Islam tertua itu, syekh menjadi
pembicara dalam sebuah diskusi ilmiah.
Meski tak pernah mengajar di ranah
nusantara, syekh menyebarkan ilmu melalui
karya kepada masyarakat Indonesia. Karya-
karyanya bahkan menjadi buku wajb di
pesantren-pesantren. Bagi komunitas santri,
Syekh Nawawi merupakan mahaguru yang
banyak memberikan ilmu mengenai
landasan beragama. Apalagi, ia juga
merupakan guru dari sang pendiri NU.
Sehingga, tak sedikit yang menyebut Syekh
Nawawi sebagai akar tunjang tradisi
intelektual ormas Islam terbesar di
Indonesia tersebut.
Pemikiran
Syekh Nawawi sering kali menyatakan diri
sebagai penganut paham Asy'ariyyah dan
Maturidiyyah, sebuah paham yang dilahirkan
Abu Hasan Al Asyari dan Abu Manshur Al
Maturidi. Keduanya merupakan kelompok
yang memfokuskan diri pada pembelajaran
sifat-sifat Allah. Dari Syekh Nawawi, paham
tersebut pun kemudian tersebar di
nusantara.
Adapun dalam mazhab fikih, syekh Nawawi
memilih mengikuti Imam Syafi'i. Hal ini
terlihat dari karya-karyanya dalam ilmu fikih.
Syekh Nawawi juga mempelajari ilmu
tasawuf dan mengajarkannya. Ia bahkan
menulis sebuah karya yang menjadi rujukan
utama seorang sufi. Imam Al Ghazali juga
banyak memeng
KH. Asnawi Bin Abdurrahman Al-Bantani, Ulama dan Pahlawan dari Banten

Banten memiliki banyak ulama tersohor
yang mewariskan ilmu agama bagi
masyarakat. Jika pada edisi lalu disebutkan
biografi dan kiprah Syekh Nawawi Al
Bantani, terdapat salah satu murid beliau
yang juga pernah menjadikan Banten negeri
madani. Dialah KH Asnawi bin Abdurrahman
Al Bantani.
Sang kiai lahir di Kampung Caringin, Labuan
Banten, sekitar 1850, di tengah keluarga
yang religius. Sang ayah, Abdurrahman, dan
ibunya, Ratu Sabi’ah, berasal dari keluarga
yang kental berislam. Bahkan, disebutkan
pula bahwa Kiai Asnawi masih keturunan
Sultan Ageng Mataram Raden Patah. Tak
heran jika sejak kecil, Asnawi hidup dalam
didikan yang baik.
Pada usia yang masih sangat belia, sembilan
tahun, Asnawi sudah dikirim ayahnya untuk
menuntut ilmu ke Makkah. Di Tanah Suci,
Asnawi kemudian bertemu gurunya, Syekh
Nawawi Al Bantani, yang merupakan guru di
Masjidil Haram. Bukan sekadar karena sama-
sama kelahiran Banten Asnawi dapat dekat
dengan sang guru. Namun, kecerdasannya
juga membuat Syekh Nawawi mengajarkan
banyak hal padanya.
Bertahun-tahun kiai belajar di tanah
kelahiran Islam. Hingga ketika dirasa telah
mumpuni dalam agama, ia pun dipercaya
untuk mendakwahkan Islam. Maka, kiai pun
pulang kembali ke tanah lahirnya, Banten. Ia
pun mulai mengajar dan mengundang
ketertarikan banyak pemuda hingga
menjadi muridnya. Tersiarlah nama Asnawi
sebagai ulama di kawasan Banten dan
sekitarnya. Kepiawaiannya dalam
berdakwah membuat nama kiai Asnawi
tersohor sebagai ulama besar di Banten.
Tak hanya mengajarkan agama, Kiai Asnawi
juga terkenal semangatnya yang menggebu
dalam melawan penjajah. Ia mengobarkan
semangat pemuda untuk melawan dan
menentang kolonialisme Belanda. Apalagi,
saat itu seluruh wilayah Banten berhasil
dikuasai penjajah. Bahkan, tak hanya
mengobarkan semangat kemerdekaan
lewat lisan, tapi juga aksi. Kiai juga dikenal
memiliki ilmu bela diri yang sakti.
Kiai yang tangguh dan berhasil mengajak
pemuda untuk melawan penjajah pun
menjadi ancaman bagi Belanda. Apalagi,
Banten dikenal sebagai tempat lahirnya para
‘pemberontak’ Belanda, bukan hanya dari
kalangan rakyat biasa, melainkan juga dari
kalangan ulama. Alhasil, kiai pernah ditahan
oleh penjajah di Tanah Abang serta
diasingkan ke Cianjur. Ia dihukum lebih dari
setahun dengan tuduhan melakukan
pemberontakan. Namun, selama ditahan
dan diasingkan, kiai tetap aktif
menyampaikan dakwah Islam. Ia
mengajarkan syariat Islam kepada
masyarakat sekitar di manapun ia berada.
Seusai diasingkan, kiai kembali ke
kampungnya di Caringin. Karena situasi
yang lebih aman, kiai makin giat
mensyiarkan Islam. Ia pun mendirikan
sebuah Madrasah Masyarikul Anwar dan
masjid di Caringin pada 1884. Masjid
tersebut bernama Masjid Caringin yang
hingga kini masih berdiri tegak. Ada kisah
yang beredar di masyarakat bahwa kayu
untuk bangunan masjid tersebut berasal
dari sebuah pohon yang dibawa kiai dari
Kalimantan. Pohon tersebut hanya satu,
namun menghasilkan banyak kayu karena
keberkahan sang kiai.
Beberapa sumber menyebutkan,
pembangunan Masjid Caringin oleh kiai juga
ditujukan untuk membangun kembali
peradaban masyarakat yang hancur akibat
letusan Gunung Krakatau pada 1883. Kiai
Asnawi ingin membangun kembali akidah
masyarakat dengan didirikannya sarana
masjid tersebut. Sejak masjid berdiri,
dakwah pun makin menggeliat. Banyak
pemuda datang untuk berguru pada kiai.
Asnawi pun menghabiskan usianya untuk
pengajaran agama dari tempat
kelahirannya, Caringin.
Karena Asnawi sangat terkenal pamornya
sebagai ulama besar dari Kampung Caringin,
ia pun dikenal pula dengan nama Kiai
Asnawi Caringin. Masyarakat memaknai
Caringin dengan beringin. Selain karena
kampung asal kiai dari Caringin, nama
Caringin juga dianggap pas bagi kiai karena
telah mengayomi masyarakat layaknya
teduhnya pohon beringin.
Setelah banyak kiprah yang ditorehkan bagi
masyarakat, terutama masyarakat Banten,
kiai menghembuskan napas terakhir pada
1937. Ia meninggalkan banyak sekali anak,
yakni 23 putra dan putri. Ia dimakamkan di
dekat masjid yang ia bangun, Masjid
Caringin. Hingga kini, banyak masyarakat
yang rajin berziarah ke makamnya.
Sumber: Republika.co.id
Melongok Sejarah "Syekh Muhammad Sholeh" Yang Dimakamkan di Gunung Santri

Gunung santri merupakan salah satu bukit
dan nama kampung yang ada di Desa
Bojonegara Kecamatan Bojonegara
Kabupaten Serang Daerah ini berada di
sebelah barat laut daerah pantai utara 7
Kilometer dari Kota Cilegon.
Letak gunung santri berada ditengah
dikelilingi gugusan gunung-gunung yang
memanjang dimulai dari pantai dan
berakhir pada gunung induk yaitu gunung
gede.
Di puncak gunung santri terdapat makan
seorang wali yaitu Syekh Muhammad
Sholeh, jarak tempuh dari kaki bukit
menuju puncak bejarak 500 M hanya bisa
dilalui dengan berjalan kaki.
Kampung di sekitar gunung santri antara
lain Kejangkungan, Lumajang, Ciranggon,
Beji, Gunung Santri dan Pangsoran. Di kaki
bukit sebelah utara di kampung Beji
terdapat masjid kuno yang seumur dengan
masjid Banten lama yaitu Masjid Beji yang
merupakan masjid bersejarah yang masih
kokoh tegak berdiri sesuai dengan bentuk
aslinya sejak zaman Kesultanan Banten
yang kala itu Sultan Hasanudin memimpin
Banten.
Syekh Muhammad Sholeh adalah Santri dari
Sunan Ampel, setelah menimba ilmu beliau
menemui Sultan Syarif Hidayatullah atau
lebih di kenal dengan gelar Sunan Gunung
Jati (ayahanda dari Sultan Hasanudin) pada
masa itu penguasa Cirebon. Dan Syeh
Muhamad Sholeh diperintahkan oleh Sultan
Syarif Hidayatullah untuk mencari putranya
yang sudah lama tidak ke Cirebon dan
sambil berdakwah yang kala itu Banten
masih beragama hindu dan masih dibawah
kekuasaan kerajaan pajajaran yang
dipimpin oleh Prabu Pucuk Umun dengan
pusat pemerintahanya berada di Banten
Girang.
Sesuai ketelatennya akhirnya Syekh
Muhammad Sholeh pun bertemu Sultan
Hasanudin di Gunung Lempuyang dekat
kampung Merapit Desa UkirSari Kec.
Bojonegara yang terletak di sebelah barat
pusat kecamatan yang sedang Bermunajat
kepada Allah SWT. Setelah memaparkan
maksud dan tujuannya, Sultan Hasanudin
pun menolak untuk kembali ke Cirebon.
Karena kedekatannya dengan ayahnya
Sultan Hasanudin yaitu Syarif Hidayatullah,
akhirnya Sultan Hasanudin pun
mengangkat Syekh Muhammad Sholeh
untuk menjadi pengawal sekaligus
penasehat dengan julukan “Cili Kored”
karena berhasil dengan pertanian dengan
mengelola sawah untuk hidup sehari-hari
dengan julukan sawah si derup yang
berada di blok Beji.
Syiar agam Islam yang dilakukan Sultan
Hasanudin mendapat tantangan dari Prabu
Pucuk Umun, karena berhasil menyebarkan
agama Islam di Banten sampai bagian
Selatan Gunung Pulosari (Gunung Karang)
dan Pulau Panaitan Ujung Kulon.
Keberhasilan ini mengusik Prabu Pucuk
Umun karena semakin kehilangan
pengaruh, dan menantang Sultan
Hasanudin untuk bertarung dengan cara
mengadu ayam jago dan sebagai
taruhannya akan dipotong lehernya,
tantangan Prabu Pucuk umun diterima oleh
sultan Hasanudin.
Setelah Sultan Hasanudin bermusyawarah
dengan pengawalnya Syekh Muhamad
Soleh, akhirnya disepakati yang akan
bertarung melawan Prabu Pucuk Umun
adalah Syekh Muhamad Sholeh yang bisa
menyerupai bentuk ayam jago seperti
halnya ayam jago biasa. Hal ini terjadi
karena kekuasaan Allah SWT.
Pertarungan dua ayam jago tersebut
berlangsung seru namun akhirnya ayam
jago milik Sultan Maulana Hasanudin yang
memenangkan pertarungan dan membawa
ayam jago tersebut kerumahnya.
Ayam jago tersebut berubah menjadi sosok
Syekh Muhammad Sholeh sekembalinya di
rumah Sultan Maulana Hasanudin. Akibat
kekalahan adu ayam jago tersebut Prabu
Pucuk Umun pun tidak terima dan
mengajak berperang Sultan Maulana
Hasanudin, mungkin sedang naas pasukan
Prabu Pucuk Umun pun kalah dalam
perperangan dan mundur ke selatan
bersembunyi di pedalaman rangkas yang
sekarang dikenal dengan suku Baduy.
Setelah selesai mengemban tugas dari
Sultan Maulana Hasanudin, Syekh
Muhammad Sholeh pun kembali ke
kediamannya di Gunung santri dan
melanjutkan aktifitasnya sebagai mubaligh
dan menyiarkan agama Islam kembali.
Keberhasilan Syekh Muhammad Sholeh
dalam menyebarkan agama Islam di pantai
utara banten ini didasari dengan rasa
keihlasan dan kejujuran dalam
menanamkan tauhid kepada santrinya,
semua itu patut di teladani oleh kita semua
oleh generasi penerus untuk menegakkan
amal ma’rup nahi mungkar.
Beliau Wafat pada usia 76 Tahun dan beliau
berpesan kepada santrinya jika ia wafat
untuk dimakamkan di Gunung Santri dan di
dekat makan beliau terdapat pengawal
sekaligus santri syekh Muhammad Sholeh
yaitu makam Malik, Isroil, Ali dan Akbar yang
setia menemani syekh dalam meyiarkan
agama Islam. Syekh Muhammad Sholeh
wafat pada tahun 1550 Hijriah/958 M.
Jalan menuju makam Waliyullah tersebut
mencapai kemiringan 70-75 Derajat
sehingga membutuhkan stamina yang
prima untuk mencapai tujuan jika akan
berziarah. Jarak tempuh dari tol cilegon
Timur 6 KM kearah Utara Bojonegara, jika
dari Kota Cilegon melalui jalan Eks Matahari
lama sekarang menjadi gedung Cilegon
Trade Center 7 KM kearah utara Bojonegara
disarikan dari buku “Gunung Santri Objek
Wisata Religius”.
Sumber: wisatabanten.com
Langganan:
Postingan (Atom)